Minggu, 13 Februari 2011

Asyiknya Bisnis Online

          Banyak orang menganggap kalau bisnis online itu bisnisnya orang-orang yang sudah mahir di bidang IT. Siapa bilang? Buktinya saya. Sebelumnya, saya internetan cuma buat FB-an saja, itupun email dan FB nya dibuatkan sama suami, upload foto dan segala macamnya ya suami…hehe…baru tau ya. Pokoknya waktu itu malas sekali kalau disuruh bikin ini itu, maunya siap pake aja, gak mau repot-repot belajar.

Rabu, 09 Februari 2011

Trauma MLM ?

          Hampir dua bulan ikut bisnis online, alhamdulillah makin semangat. Meskipun awalnya sempat down juga, habisnya buanyak sekali training yang harus kupelajari…hehe. Padahal kalau diluar sana, training-training semacam ini dijual dalam bentuk e-book yang harganya mungkin ratusan ribu. Di dBC Network dapat website gratis dan trainingnya juga gratis….tis…tis. Kalau ada kesulitan ya tinggal tanya aja ke upline, karena di dBC Network kita kerja secara teamwork, saling support antar membernya. Dengan online, jarak tidak lagi jadi kendala.
          Tapi, kebanyakan orang yang diajak gabung bisnis online menjawab “sori ya, aku gaptek”….padahal hampir semuanya memulai bisnis ini dari “gaptek”, termasuk yang nulis ini….hehe. Waktu pertama gabung sih, sebenarnya penasaran aja, soalnya banyak sekali iklan tentang dBCN. Saya akui, sistem di dBCN sangat rapi dan canggih, sehingga memudahkan bagi para membernya untuk segera menyesuaikan diri. Semua ada ilmunya dan siapapun bisa mempelajarinya….asalkan, mau menyempatkan diri satu atau dua jam sehari untuk belajar.
           MLM !!……Kata ini ternyata telah membuat banyak orang trauma. KENAPA? Ini karena mereka dulu menjalankannya secara OFF-LINE.
Internet…..membuat yang dulu sulit menjadi lebih mudah.
    ~ mencari prospek tinggal di-iklan-kan
    ~ training online, tinggal klik dari PC kita
    ~tidak canggung menghadapi prospek secara online, karena apa yang akan kita sampaikan tinggal copas dari training aja
    ~belanja secara online, barang diantar langsung ke alamat kita
    ~pengguna internet semakin banyak, artinya peluang bisnis online semakin bagus
    ~bisa dijalankan kapanpun dan dimanapun
    ~bisnis online memberi peluang besar mendapatkan pasif income
Semua itu bisa dijalankan di dBC Network Oriflame. Saya sudah membuktikannya.

Kamis, 03 Februari 2011

Tipe Kecerdasan

     Selama ini standar kecerdasan anak acapkali diukur dengan seberapa besar kemampuan intelektual si anak dalam proses pendidikan. Perolehan nilai ujian atau ranking kelas yang tinggi dianggap sebagai kunci pokok kesuksesan di masa depan.Orang tua sering kali telah patah semangat sejak dini ketika melihat anaknya ternyata tidak cerdas secara intelektual. Pendidikan anak pun menjadi kurang serius ditangani karena asumsi negatif dan keputusasaan dini para orang tua.
     Padahal, seorang psikolog Barat bernama Daniel Goleman di awal tahun 90-an memaparkan hasil penelitiannya yang cukup mencengangkan dunia lewat bukunya Emotional Intelligence (EI). Menurut Goleman, tingginya kecerdasan intelektual ternyata tidak berpengaruh banyak terhadap sukses tidaknya seseorang di masa depan. Kecerdasan intelektual nyatanya hanya menyumbang 20% saja pada kesuksesan hidup seseorang, sementara 80% sisanya dipengaruhi oleh faktor kecerdasan yang lain.
Secara garis besar terdapat tiga tipe kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient, IQ), kecerdasan emosional (Emotional Quotient, EQ), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient, SQ). Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan yang memungkinkan manusia berpikir secara logis dan rasional. Kecerdasan pikiran ini bersifat statis, yang secara umum diperoleh karena ‘warisan’ orang tua. Seseorang yang terlahir dengan IQ rendah tidak dapat direkayasa untuk menjadi seorang yang jenius. Begitu juga, seorang yang dilahirkan dari orang tua yang ber-IQ tinggi kemungkinan besar akan mengikuti jejak orang tuanya dengan ber-IQ tinggi pula.
      Kecerdasan emosional diperoleh dari proses pembelajaran, pengasahan dan pelatihan yang berlangsung seumur hidup.Pertumbuhan dan perkembangan EQ sangat dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, sekolah, dan contoh-contoh yang diserap oleh seseorang sejak lahir dari orang terdekatnya. Pola asuh orang tua dan pengaruh lingkungan akan membentuk cetakan emosi anak yang akan berpengaruh besar pada perilakunya sehari-hari. Kecerdasan emosional seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, yakni kemampuan mengenali dan mengelola emosi diri, seperti marah, takut sedih, gembira, malu, dan lain sebagainya; juga kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengenali emosi atau perasaan orang lain (empati), serta kemampuan membina hubungan dengan orang lain.
      Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang dibangun oleh komitmen keagamaan yang berorientasi pada persiapan menghadapi kehidupan sesudah mati. Orang yang cerdas spiritualnya memiliki semangat keagamaan tinggi, yang akan menjiwai seluruh aktivitasnya dalam kehidupan ini. Bahkan, dibuktikan bahwa sesungguhnya SQ-lah yang mampu mengoptimalkan IQ dan EQ seseorang. SQ pula yang memungkinan seseorang berpikir kreatif, berwawasan jauh ke depan dan mampu membuat aturan-aturan. Pendek kata, SQ adalah ‘panglima kecerdasan’. Untuk itu, jika kita menginginkan IQ dan EQ anak kita berkembang secara optimal, mulailah dengan mengasah kecerdasan spiritualnya. Mulailah dengan memberikan bekal keagamaan dan pembinaan ruhani anak sejak dini secara kontinyu dan intensif. (Muhammad Albani)